Aku Ingin Menjadi Terang Dalam Gelap Namun Tak Menyilaukan

Rabu, 29 Mei 2013

HIJAU DALAM FATAMORGANA

Aroma khas embun pagi masih setia menemani
Masih jelas ku indrai kicau burung-burung menyapa pagi
Sesekali terbang hinggap dipucuk-pucuk kehijauan
Menari dibirunya atmosfir bumi

Mata ku liar bergerak menuju cemericik air
Kudapati dingin jernih nan bening
Masih ramai kiranya biota-biota air itu berlarian
Membersamai langkah kehidupan
Jauh ku pandang tinggi rimbun nan menghijau
Mengitari tempatku berdiri..
Aku bebas lepas menghirup  udara
Karna tak kan  kuragu akan jatah oksigen disetiap hari ini
Aku menyebutnya keseimbangan

Lalu kudapati  tangan-tangan ambisius menyetir alam ini
1000 atau bahkan 100 tahun lagi

Embunku tinggallah asap penyesak paru
Kicau burung berganti deru  polusi suara
Atmosfirku menjadi kelabu dibalik pilar-pilar pencakar langit

Kucari kejernihan dan kebeningan
Namun yang kudapati hanya hitam
Sedang biota-biota itu sengaja bersembunyi atau kah memang telah mati

Kehijauan itu kini tinggallah fatamorgana
Semua tampak satu warna… coklat kelabu
Hingga kudapati  kehidupan ini dalam fase jenuhnya

Bagai daun yang layu jatuh dan mengering

    ::Wanita Puisi::
|Febrin Muftia Sari|

Rabu, 27 Februari 2013

SADNESS AT THE END OF FEBRUARY


Kuraih handphone yang tergeletak di atas tempat tidur… saat tombol kunci terbuka terlihat dilayar ada sebuah pesan masuk. Agak heran ketika itu, nggak biasanya temanku sebut saja tya (nama disamarkan)mengirimkan SMS pagi-pagi begini. Kubuka pesan namun hanya sebagian saja text terlihat, karena masih berada dalam conversation. Kata-kata awal yang cukup membuatku shock seketika membacanya. Akhirnya kembali ku tekan open untuk melihat seluruh isi SMS. Sekarang aku benar-benar shock, lidahku kelu dan tercekat tak mampu ku bicara, ku ulang sekali lagi dan kumaknai. Seolah aku tak percaya,  kalimat Innalillahi Wa Innaillaihirajiun cukup membuat sengatan pada jiwaku. Langsung ku tekan tombol dial pada Tya, begitu banyak pertanyaan dalam benakku dan aku ingin tau detail kronologi kejadiannya.
 Aku mengenalnya sebagai tetangga, adik tingkatku di SMP, dan yang paling aku ingat, selama kurang lebih satu tahun ia menjadi teman sekaligus tetangga kost ku, dan ia adalah saudara seimanku. Cukup semua ini membuat ku kehilangan. Dindaku lama sudah aku tak bersua dengan mu, lama sudah aku tak mendengar derai tawamu saat kau berkumpul dengan  teman-temanmu.  Dan hari ini.. ku terima kabar bahwa Allah telah memintamu kembali….
Wahai jiwa-jiwa yang sungguh nyawa ini berada dalam genggamanNya. Usia bukanlah ukuran cepat atau lambat untuk kembali. Kematian bukanlah suatu yang dapat terlelakkan.
kami tak lagi dapat  menemanimu melewati hari-hari, smoga amal baik mu senantiasa menjadi teman dan penerang tempat istirahatmu.
Aku, dan kalian pasti akan menepati janji ini.. janji untuk menghadap pada sang Ilah. Hanya saja waktu yang tak pernah kita tau slowly or fastly.
maka siapkanlah energi terbaik untuk amal terbaik, emosi terbaik untuk penghadapan terbaik, sikap terbaik untuk perjamuan terbaik, dan ucap terbaik untuk bisikan terbaik.  Dan yang terakhir kematian yang Khusnul Khatimah.
waullahualam bishawab…
 
Palangka Raya, 27Th of February 2013

Rabu, 19 September 2012

Sesi Rindu untuk Ayah Part 1

AKU INGIN SEKALI LAGI, ENGKAU MENGGAMBAR UNTUKKU !

(aku menyebutnya sesi rindu untuk ayah)

            Sore itu aku duduk di sampingnya melihat dan memperhatikan apa sebenarnya yang ia perbuat dengan pensil dan buku gambarku. Aku yang saat itu hanya berpikir, dan dengan tidak sabar ku protes padanya 

     “ Gambar apa sih itu?”. Tanyaku.
     “ Sudah lihat saja”. Ujarnya dengan lembut

            Sekali lagi aku menunggu. Agak jenuh jua aku dibuatnya, tapi taukah kau kawan… Ia memang bukan seorang pelukis. Namun bagiku ia pelukis terbaik dalam kanvas kehidupanku. Kupandangi sebuah karya seni dihadapan. Hanya goresan pensil saja. Namun membentuk nuansa yang tentram, asri dan alami. Sebuah pemandangan yang menyejukkan. Gunung-gunung yang dibawahnya mengalir sungai kecil serta beberapa rumah penduduk. Sungguh aku mengaguminya.

            Tak ingin aku memolesnya dengan pensil warna, karena menurutku itu sebuah karya yang natural… hitam putih lebih murni. Yang kurasa saat memandangi gambar ini adalah adanya ikatan batin dari apa yang ia goreskan di atas kertas ini. Kurasa ini potret latar kehidupan kecilnya dulu.